Dalam sebuah diskusi ringan dengan salah seorang pemuda muslim, yang saat itu membahas tentang peran dan fungsi Baitul Maal Masjid, banyak sekali lontaran ide dan gagasan yang mengalir begitu banyak diruang diskusi. Dari sekian banyak gagasan dan lontaran ide yang mengemuka, ada satu hal yang menarik perhatianku untuk terus ku renungkan dan ku pikirkan dengan seksama.
Pemuda tersebut menyampaikan (walaupun ucapan ini hanya sekedar menyambung ucapan temannya dulu saat bertemu) Dengan agak bersemangat dia menuturkan pengalamannya. Berarti benar dong mas, .. kata teman saya saat itu, yang mengatakan “kalau infaq sebaiknya jangan di masjid, lebih baik disalurkan langsung aja pada mereka yang membutuhkan, kalau di masjid biasanya sih hanya diendapkan aja dan ujung-ujungnya untuk mbangun fisik masjid semata”. Tidak cukup berhenti disitu saja, pemuda tersebut pun melanjutkan ucapannya, saya baru sadar mas, setelah diskusi dengan jenengan tentang peran dan fungsi baitul maal masjid. Mendengar ungkapan pemuda tersebut, saya hanya diam dan tak memberikan jawaban apa-apa terlebih lagi membenarkan atau menyalahkannya.
Pemuda tersebut menyampaikan (walaupun ucapan ini hanya sekedar menyambung ucapan temannya dulu saat bertemu) Dengan agak bersemangat dia menuturkan pengalamannya. Berarti benar dong mas, .. kata teman saya saat itu, yang mengatakan “kalau infaq sebaiknya jangan di masjid, lebih baik disalurkan langsung aja pada mereka yang membutuhkan, kalau di masjid biasanya sih hanya diendapkan aja dan ujung-ujungnya untuk mbangun fisik masjid semata”. Tidak cukup berhenti disitu saja, pemuda tersebut pun melanjutkan ucapannya, saya baru sadar mas, setelah diskusi dengan jenengan tentang peran dan fungsi baitul maal masjid. Mendengar ungkapan pemuda tersebut, saya hanya diam dan tak memberikan jawaban apa-apa terlebih lagi membenarkan atau menyalahkannya.